Distributor Celana Hernia, Jakarta – Pembelian impulsif merupakan fenomena berbelanja tanpa rencana yang seringkali berdampak negatif pada keuangan dan kesejahteraan seseorang. Pembelian impulsif dalam kehidupan sehari-hari merupakan kecenderungan umum di kalangan konsumen di seluruh dunia.
Memahami arti pembelian impulsif adalah kunci untuk mengelola keuangan Anda dengan lebih bijak dan menghindari jebakan perilaku belanja yang tidak terencana.
Jenis pembelian impulsif mencakup berbagai bentuk perilaku belanja impulsif, mulai dari pembelian berdasarkan emosi hingga reaksi spontan terhadap diskon atau penawaran khusus. Mengenali pola-pola ini dapat membantu konsumen lebih berhati-hati terhadap dorongan belanja yang tidak terkendali. Mengetahui bahwa pembelian impulsif dapat terjadi dalam berbagai situasi dapat membantu orang mengidentifikasi pola belanja yang berpotensi merugikan dan mengambil langkah untuk mengatasinya.
Mencegah pembelian impulsif memerlukan kesadaran diri yang tinggi dan upaya mengembangkan kebiasaan berbelanja yang bertanggung jawab. Anda dapat mengekang dorongan belanja impulsif dan menjaga stabilitas keuangan dengan membuat anggaran belanja, menunda pembelian impulsif, dan menghindari lingkungan belanja yang merangsang diri sendiri.
Berikut Distributor Celana Hernia ulas lebih dalam mengenai pengertian pembelian impulsif, ciri-cirinya, faktor penyebab, contoh, dampak buruk, dan cara menghindari pembelian impulsif (Minggu, 18 Februari 2024).
Pembelian impulsif merupakan fenomena dimana konsumen membeli secara impulsif tanpa perencanaan sebelumnya. Hal ini sering kali disebabkan oleh dorongan tiba-tiba atau perasaan kuat terhadap produk tersebut. Pembelian impulsif berarti konsumen tergoda untuk membeli sesuatu hanya karena ada stimulus tertentu, seperti penawaran diskon atau promosi, yang menarik perhatian mereka.
Tindakan ini dapat terjadi di mana saja, baik di dalam toko maupun online.
Menurut Ujang Sumarwan dalam Riset Pemasaran dan Konsumen Seri 1 (2018), pembelian impulsif adalah ketika seseorang secara spontan tertarik pada suatu barang tertentu dan langsung memutuskan untuk membelinya tanpa pertimbangan yang matang. Proses ini sering kali dipicu oleh alasan emosional atau impulsif, bukan oleh kebutuhan yang benar-benar mendesak.
Konsumen biasanya merasa terdorong untuk membeli suatu produk karena janji kesenangan atau kepuasan langsung yang didapat dari pembelian tersebut.
Namun konsekuensi dari pembelian impulsif adalah adanya risiko pemborosan yang dapat mengancam kesehatan finansial seseorang. Ketika banyak orang terbiasa melakukan pembelian impulsif, mereka cenderung membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan atau tidak sesuai dengan anggaran keuangan mereka. Hal ini dapat menyebabkan Anda menumpuk hutang kartu kredit atau menjadi tidak stabil secara finansial dalam jangka panjang.
Penting untuk dipahami bahwa pembelian impulsif bukanlah sesuatu yang harus Anda hindari sepenuhnya, namun Anda harus menyadari potensi risiko yang ada. Ketika kesadaran tumbuh tentang motivasi di balik pembelian impulsif, konsumen dapat mengembangkan strategi untuk mengelola godaan tersebut, seperti menulis daftar belanjaan terlebih dahulu atau menetapkan batasan waktu sebelum mengambil keputusan pembelian. Ciri-ciri orang yang melakukan pembelian impulsif
Orang yang cenderung melakukan pembelian impulsif memiliki beberapa ciri. Di bawah ini adalah beberapa fitur dan penjelasannya. Kurangnya perencanaan keuangan: Orang-orang yang rentan terhadap pembelian impulsif sering kali tidak memiliki perencanaan keuangan yang matang. Mereka cenderung tidak membuat anggaran atau memperhatikan anggaran yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini membuat Anda lebih rentan terhadap godaan pembelian impulsif. Reaksi emosional yang kuat: Orang yang rentan terhadap pembelian impulsif sering kali dipengaruhi oleh emosinya saat berbelanja. Mereka mungkin bereaksi keras terhadap rangsangan tertentu, seperti diskon besar atau promosi yang menarik perhatian. Emosi seperti kegembiraan atau keinginan untuk segera memiliki barang tersebut dapat memicu pembelian impulsif. Kurangnya pengendalian diri: Orang yang rentan terhadap pembelian impulsif cenderung kesulitan mengendalikan keinginannya untuk membeli sesuatu. Mereka mungkin sulit menahan diri untuk tidak membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan atau di luar anggaran belanjanya. Kebiasaan berbelanja yang tidak terencana: Orang yang sering melakukan pembelian impulsif cenderung memiliki strategi belanja yang terencana. Mungkin Anda tidak membuat daftar belanjaan sebelum berbelanja atau tidak mempertimbangkan keputusan pembelian dengan matang sebelum mengambil keputusan. Pengaruh Lingkungan dan Teman Sebaya: Lingkungan sekitar dan interaksi dengan teman sebaya juga dapat memengaruhi kecenderungan pembelian seseorang. Orang yang sering berinteraksi dengan teman yang mendorong perilaku konsumen atau belanja impulsif cenderung lebih rentan terhadap perilaku serupa.
Buku Consumer Behavior: Concepts and Applications karya David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta menyebutkan ada beberapa faktor yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif. Faktor-faktor tersebut meliputi karakteristik produk, strategi pemasaran yang digunakan, dan karakteristik individu konsumen. 1. Karakteristik produk
Produk dengan karakteristik tertentu cenderung mempengaruhi perilaku pembelian impulsif. Misalnya, produk yang ditawarkan dengan harga diskon atau promosi yang menarik cenderung menarik konsumen untuk melakukan pembelian impulsif. Selain itu, produk dengan kebutuhan yang dianggap kecil atau terbatas, produk jangka pendek, ukuran kecil, dan toko yang mudah diakses juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya pembelian impulsif. 2. Strategi pemasaran
Pemasaran yang agresif dan persuasif juga bisa menjadi penyebab utama pembelian impulsif. Distribusi produk di banyak toko dengan konsep self-service, iklan yang ditayangkan secara konsisten dan persuasif melalui media massa, serta display advertising yang ditempatkan di lokasi penjualan yang strategis, semuanya dapat mempengaruhi keputusan pembelian impulsif konsumen. 3. Karakteristik konsumen
Faktor psikologis, budaya dan sosial juga berperan dalam mempengaruhi perilaku pembelian impulsif konsumen individu. Dalam hal ini, beberapa faktor psikologis, seperti keinginan untuk menghargai diri sendiri, depresi atau kecemasan, atau perfeksionisme, dapat memicu perilaku pembelian impulsif. Selain itu, faktor budaya seperti perubahan norma sosial dan peran gender, serta pengalaman awal anak dalam membeli produk yang diinginkan juga dapat mempengaruhi kecenderungan konsumen untuk membeli kursi. Contoh pembelian impulsif
Menurut penelitian yang disebutkan dalam buku Randhawa, Measureing the Impact of Visual Merchandising on Consumer Impulse Buying Behavior (2022), pembelian impulsif diartikan sebagai perilaku pembelian yang terjadi secara tiba-tiba dan tanpa niat membeli sebelumnya. Pembelian impulsif seringkali dipicu oleh berbagai faktor psikologis dan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen. Misalnya: 1. Takut Ketinggalan (FOMO)
FOMO (Face of Missing) menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pembelian impulsif. Contoh perilaku FOMO adalah ketika seseorang melihat temannya memiliki suatu barang tertentu atau mengikuti tren tertentu di media sosial dan merasa harus membeli barang yang sama agar tidak merasa ketinggalan. 2. Kebiasaan berbelanja
Beberapa orang memiliki kebiasaan berbelanja yang dapat mendorong pembelian impulsif. Misalnya, sebagian orang merasa sangat senang dan puas ketika membeli sesuatu yang baru, sehingga mereka cenderung sering melakukan pembelian impulsif untuk mencapai kepuasan tersebut. 3. Diskon tersedia
Kecenderungan tergiur diskon juga kerap menjadi faktor pemicu pembelian impulsif. Misalnya, sebagian orang cenderung membeli sesuatu tanpa berpikir dua kali karena khawatir kehilangan kesempatan membeli sesuatu dengan harga diskon yang menarik. 4. Mudah tergoda oleh seseorang yang menarik perhatian Anda.
Mudah tergoda dengan iklan, display, diskon, dan hal-hal lain yang menarik perhatian juga bisa memicu perilaku pembelian impulsif. Contoh perilaku ini adalah ketika seseorang melihat iklan menarik atau suatu produk yang dipajang secara menarik di suatu toko dan sebenarnya ingin memilikinya tanpa mempertimbangkannya dengan matang. 5. Saya ingin merasa bahagia.
Beberapa orang merasa sangat senang ketika mendapatkan sesuatu yang baru. Oleh karena itu, keinginan untuk merasa bahagia dapat menjadi pendorong yang menyebabkan seseorang melakukan pembelian impulsif. Misalnya, jika seseorang yakin bahwa membeli produk tertentu akan membuat mereka bahagia, kemungkinan besar mereka akan melakukan pembelian impulsif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Pembelian impulsif dapat menimbulkan dampak negatif yang serius terhadap masyarakat dan keuangan mereka. Berikut 10 dampak negatif perilaku pembelian impulsif dan penjelasannya. Pemborosan keuangan. Pembelian impulsif sering kali menimbulkan pengeluaran yang tidak direncanakan dan tidak perlu. Hal ini dapat menyebabkan pemborosan keuangan yang serius dan menghancurkan stabilitas keuangan seseorang. Meningkatnya hutang. Pembelian impulsif dapat mendorong Anda menggunakan kartu kredit atau pinjaman lain untuk membiayai pengeluaran tak terduga. Akibatnya, masyarakat bisa terjebak dalam utang yang menggunung, apalagi jika tidak mampu melunasi saldo kartu kreditnya dengan cepat. Ketidakamanan finansial. Beban keuangan yang tidak terduga akibat pembelian impulsif dapat menyebabkan kecemasan dan stres finansial. Masyarakat mungkin merasa terbebani oleh hutang dan tekanan finansial yang disebabkan oleh keputusan pengeluaran yang tidak terencana. Kurangnya tabungan dan investasi. Pengeluaran yang tidak terkontrol untuk pembelian impulsif dapat menurunkan kemampuan seseorang dalam menabung atau berinvestasi untuk masa depan. Kurangnya tabungan dan investasi dapat menghambat perkembangan keuangan jangka panjang dan kemandirian finansial. Pertobatan dan penyesalan. Begitu euforia pembelian impulsif mereda, orang mungkin akan mengalami penyesalan dan penyesalan atas keputusan belanja mereka yang ceroboh. Barang-barang yang dibeli secara impulsif seringkali tidak sejalan dengan kebutuhan atau nilai-nilai seseorang yang sebenarnya. Kurangnya kepuasan jangka panjang. Pembelian impulsif cenderung memberikan kepuasan jangka pendek. Orang mungkin mendapati bahwa barang yang dibeli secara impulsif tidak memberikan kebahagiaan atau kepuasan jangka panjang yang mereka inginkan. Gangguan hubungan interpersonal. Perilaku pembelian impulsif dapat menimbulkan konflik dalam hubungan interpersonal. Hal ini terutama berlaku jika pasangan atau anggota keluarga Anda merasa frustrasi dengan kebiasaan membeli Anda yang tidak terkendali dan dampaknya terhadap keuangan keluarga. buang-buang waktu. Selain membuang-buang uang, pembelian impulsif juga dapat membuang-buang waktu. Orang-orang dapat menghabiskan banyak waktu untuk berbelanja secara impulsif dibandingkan menghabiskannya untuk hal-hal yang lebih bermakna dan produktif. Ketergantungan pada belanja. Pembelian impulsif secara terus-menerus dapat membuat Anda mengandalkan belanja sebagai mekanisme mengatasi stres, kebosanan, atau masalah emosional lainnya. Hal ini bisa menjadi lingkaran setan yang sulit diputus dan dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan finansial seseorang. Ketidakstabilan keuangan jangka panjang. Dampak negatif dari pembelian impulsif dapat berdampak jangka panjang terhadap stabilitas keuangan seseorang. Kurangnya disiplin keuangan dan kebiasaan belanja impulsif dapat menghambat kemampuan Anda mencapai tujuan keuangan jangka panjang, seperti memiliki rumah, menabung untuk pendidikan anak, atau mempersiapkan masa pensiun.
Pembelian impulsif secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yang masing-masing memiliki karakteristik dan pemicu berbeda. Pemahaman yang lebih mendalam tentang jenis-jenis ini dapat membantu Anda lebih memahami dan mengendalikan perilaku belanja impulsif Anda. 1. Pembelian impulsif murni
Pembelian impulsif murni terjadi ketika konsumen melakukan pembelian impulsif karena adanya respon emosional yang tiba-tiba. Hal ini dapat terjadi ketika seorang konsumen melihat suatu produk dan secara spontan merasakan ketertarikan untuk membelinya, padahal sebelumnya ia belum pernah mempertimbangkan untuk membeli produk tersebut.
Misalnya, ada orang yang secara impulsif membeli mainan di toko hanya karena mereka menyukai tampilannya, padahal sebenarnya mereka tidak membutuhkannya. 2. Pemberitahuan pembelian impulsif
Recall pembelian impulsif terjadi ketika konsumen tiba-tiba teringat akan pembelian suatu produk. Hal ini mungkin terjadi karena konsumen sebelumnya pernah melihat produk tersebut dalam sebuah iklan atau pernah membelinya sebelumnya.
Misalnya, setelah melihat iklan diskon di media sosial, seseorang tiba-tiba teringat bahwa ia perlu membelikan pakaian sebagai oleh-oleh untuk orang terdekatnya. 3. Saran pembelian impulsif
Saran Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat suatu produk dan mendapat saran atau ide tentang kegunaan atau kegunaan yang menarik minatnya. Konsumen yang sebelumnya tidak mempertimbangkan untuk membeli suatu produk memutuskan untuk membelinya setelah melihat cara penggunaannya.
Misalnya, seseorang melihat sebuah peralatan dapur inovatif dan memutuskan untuk membelinya padahal sebelumnya dia belum pernah membutuhkannya. 4. Pembelian impulsif yang direncanakan
Pembelian impulsif terencana terjadi ketika konsumen membeli produk berdasarkan tawaran harga khusus atau produk tertentu yang menarik perhatian mereka. Sekalipun keputusan pembelian tersebut tidak direncanakan sebelumnya, konsumen tetap tertarik untuk memanfaatkan penawaran khusus atau diskon yang ditawarkan.
Misalnya, seseorang berencana membeli sepatu, tetapi ketika mereka sampai di toko dan melihat diskon besar-besaran pada berbagai produk sepatu, mereka secara impulsif memutuskan untuk membelinya.
Dengan memahami jenis-jenis pembelian impulsif, konsumen dapat menjadi lebih sadar akan impulsnya dan mempertimbangkan keputusan pembeliannya dengan lebih hati-hati. Ini membantu Anda menghindari pemborosan uang dan memastikan bahwa setiap pembelian sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi Anda.
Menghindari pembelian impulsif merupakan langkah penting dalam mengelola keuangan Anda secara lebih efektif dan mencegah pemborosan yang tidak perlu. Berikut tujuh cara mencegah perilaku pembelian impulsif, beserta penjelasan dan contohnya. 1. Buat anggaran dan rencana belanja
Salah satu cara efektif untuk mencegah pembelian impulsif adalah dengan membuat anggaran belanja terencana dan menaatinya. Buatlah daftar belanjaan sebelum Anda pergi berbelanja dan patuhi anggaran yang telah ditetapkan.
Misalnya, jika Anda memiliki anggaran bulanan untuk belanja pakaian, tetapkan batas maksimal yang bisa Anda alokasikan untuk setiap pembelian. 2. Menunda pembelian
Sebelum membeli sesuatu yang tidak direncanakan, luangkan waktu untuk memikirkan keputusan Anda. Pikirkan apakah Anda benar-benar membutuhkan nomor tersebut atau hanya sekedar kebutuhan sementara. Menunda pembelian dapat membantu Anda menghindari keputusan impulsif dan memberi Anda waktu untuk memikirkan implikasinya.
Misalnya, jika Anda menemukan barang menarik di toko, berjanjilah untuk menunggu setidaknya 24 jam sebelum memutuskan untuk membelinya. 3. Hindari lingkungan belanja yang merugikan diri sendiri
Hindari situasi atau lingkungan yang dapat memicu pembelian impulsif, seperti mengunjungi pusat perbelanjaan tanpa tujuan yang jelas atau menjelajahi toko online tanpa kebutuhan tertentu. Hati-hati jangan sampai tergiur dengan diskon besar-besaran atau penawaran yang terlalu menarik.
Misalnya, jika Anda sering tergoda untuk berbelanja di mall, coba alihkan perhatian Anda dengan berjalan-jalan di taman atau mengunjungi tempat yang tidak berhubungan dengan belanja. 4. Buat daftar belanjaan yang tepat
Sebelum Anda pergi berbelanja, buatlah daftar belanjaan tertentu dan patuhi daftar tersebut. Hindari godaan untuk membeli barang tambahan yang tidak ada dalam daftar. Fokus pada pemenuhan kebutuhan yang Anda rencanakan dan hindari godaan untuk membeli barang-barang yang tidak perlu.
Misalnya saat Anda pergi ke toko kelontong, buatlah daftar belanjaan berdasarkan resep yang ingin Anda masak dan hindari membeli makanan ringan atau minuman yang tidak perlu. 5. Batasi penggunaan kartu kredit
Mengurangi akses terhadap kartu kredit atau dompet digital dapat membantu Anda menghindari keputusan pembelian impulsif. Pertimbangkan untuk membatasi penggunaan online Anda dengan meninggalkan kartu kredit Anda di rumah saat berbelanja atau menghapus informasi kartu dari akun belanja online Anda. Ini akan memaksa Anda berpikir dua kali sebelum melakukan pembelian yang tidak direncanakan.
Misalnya, jika Anda cenderung menggunakan kartu kredit untuk melakukan pembelian impulsif, pertimbangkan untuk menjauhkan kartu kredit Anda dari jangkauan atau memberikannya kepada seseorang yang Anda percaya. 6. Temukan cara alternatif untuk mengatasi emosi Anda
Jika Anda cenderung melakukan pembelian impulsif sebagai respons terhadap emosi tertentu, carilah alternatif yang lebih sehat untuk mengatasi emosi Anda. Misalnya, jika Anda cenderung pergi berbelanja saat sedang stres, carilah cara lain untuk menghilangkan stres, seperti refleksi, olahraga, atau hobi yang menyenangkan. Mengidentifikasi dan mengatasi akar penyebab emosi Anda dapat mengurangi kecenderungan Anda untuk memaksakan diri membeli. 7. Konsultasikan dengan seseorang yang Anda percaya
Jika Anda kesulitan mengidentifikasi perilaku pembelian impulsif Anda, bicaralah dengan seseorang yang Anda percayai, seperti teman dekat, anggota keluarga, atau penasihat keuangan. Mereka dapat memberikan dukungan, saran, dan akuntabilitas untuk membantu Anda menghentikan kebiasaan belanja kompulsif dan mengembangkan kebiasaan belanja yang sehat.
Misalnya, Anda dapat meminta pasangan atau teman Anda untuk membantu Anda membuat keputusan berbelanja atau membantu Anda tetap berpegang pada anggaran belanja yang jelas.